Penerapan Mesin Pemotong Padi (Power rice cutter) pada Kelompok Tani Padi Di Kelurahan Banyorang Kabupaten Bantaeng
##plugins.themes.academic_pro.article.main##
Abstract
Pemotongan padi saat panen secara manual dengan sabit menyebab tingkat kehilangan mendekati 5%.
Sekitar 1000 ha persawahan yang ada di kecamatan Tompobulu berada pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut (mdpl) dengan petakan-petakan kecil (<0,15 ha) dan berpola sawah terassering.
Masalah utama yang dihadapi petani di kecamatan Tompobulu kabupaten Bantaeng dalam penanganan panen padi adalah tingginya susut (losses) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Permasalahan tersebut berakibat adanya kecenderungan tidak memberikan insentif kepada petani untuk memperbaiki tingkat pendapatannya. Padi atau gabah yang kadar airnya tinggi mempunyai sifat mudah rusak dan akan mengalami susut pada saat penanganan panen. Menurut BPS (2021) angka produksi gabah sebesar 75 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) sesungguhnya dapat lebih tinggi lagi apabila dilakukan penanganan yang baik pada saat panen (2). Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2021) menunjukkan bahwa susut hasil panen padi di Indonesia saat ini masih cukup tinggi, yaitu 9,5% yang terjadi pada saat panen dan 4,8% saat perontokan (2). Penanganan panen yang baik dan tepat dapat menekan susut dan menghasilkan kualitas gabah/beras yang tinggi sehingga dapat meningkatkan harga jual gabah/beras petani.
Teknologi penekanan kehilangan hasil yang dipilih untuk diterapkan harus teknologi yang sesuai dengan spesifik lokasi. Secara umum metode atau teknologi untuk menekan kehilangan hasil panen dapat ditempuh dengan sistem panen beregu, yang dilengkapi dengan unit alat pemotong dan perontok dengan penerapan proses yang baik. Pada daerah dengan pemilikan lahan sempit, penerapan teknologi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pengembangan sistem panen yang dilengkapi dengan mesin pemotong padi (power rice cutter) dan perontok padi atau Power Thresher.